10 Oktober 2018
Jejak Tapak Kaki Raksasa di Sisi Jalan Produksi Kecamatan Manganitu, Sangihe, Sulawesi Utara
Kegiatan PISEW Tahun 2018 di kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara menyasar 5 kecamatan. Salah satunya adalah kecamatan Manganitu. Kecamatan Manganitu dikenal dengan daerah seni dan budaya. Bahkan Pemerintah Daerah telah menetapkan kecamatan Manganitu sebagai pusat pendidikan dan seni budaya di kabupaten Kepulauan Sangihe. Hampir semua seni dan budaya yang ada di kabupaten Kepulauan Sangihe berasal dari Manganitu. Selain potensi seni dan budaya, kecamatan Manganitu juga merupakan penghasil kelapa (dengan luas lahan perkebunan 1.360 ha), cengkih (522 ha), dan pala (560 ha).
Saat ini, sebagian warga desa Bakalaeng dan Tawoali (yang menjadi desa sasaran kegiatan PISEW 2018) pemilik lahan perkebunan masih mengalami kendala untuk mengeluarkan hasilnya akibat keterbatasan prasarana jalan. Menyikapi kondisi tersebut, pada Pertemuan Kecamatan 1, masyarakat menyepakati untuk membangun akses ke perkebunan dan mendukung konektivitas desa Bakalaeng dengan Tawoali, berupa pembukaan jalan baru sepanjang 1 km. Badan jalan direncanakan memiliki lebar 3 meter di atas lahan kebun masyarakat yang dihibahkan kepada Pemerintah Desa.
Awalnya, seluruh permukaan jalan akan diperkuat dengan cor beton. Tetapi karena keterbatasan dana, hanya 350 meter dari jalan tersebut yang akan dicor, disamping pembangunan 4 unit abutment jembatan. “Untuk sementara, bangunan atas jembatannya akan menggunakan kayu kelapa”, terang Sion Manaheside, Sekretaris BKAD Kecamatan Manganitu. “Harapannya, tahun depan bisa mendapat dana PISEW lagi untuk pengecoran jalan dan pembangunan jembatan”, sambung Eben Haezer Lesawangen, bendahara BKAD.
Proses pembangunan jalan ini sebenarnya cukup menantang karena kondisi tanahnya yang berbatu-batu dan curam. Di beberapa titik, ukuran batunya bahkan sedemikian besar sehingga terpaksa disiasati dengan memecah atau memutarinya. Sementara pada titik yang terlalu curam, diperbaiki dengan melakukan penimbunan agar didapat kelandaian yang optimal. Walau penuh tantangan, jalur ini dipilih karena merupakan jalur tradisional yang biasa dilalui warga berjalan kaki menuju ibu kota kabupaten. Uniknya, di salah satu sisi jalan terdapat lubang besar di bebatuan yang menyerupai jejak kaki manusia dan dipercaya warga sekitar sebagai jejak kaki raksasa.
“Waktu kecil, saya juga dulu melewati jalur ini untuk menuju ke sekolah di Tahuna”, kata Joanes Dalip, Ketua BKAD Kecamatan Manganitu. Dengan demikian, pembangunan jalan ini, selain untuk memudahkan pengangkutan hasil kebun, juga akan membantu warga yang akan berangkat ke sekolah, ujarnya lebih lanjut. (Posma PHS/TPAV)