05 Desember 2018
Air Bersih Mengalir Lancar di Desa Lae Ambat
Air bersih adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Air begitu penting bagi kehidupan karena merupakan salah satu prasyarat untuk mengukur kualitas hidup manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa rumah tangga tanpa akses air bersih dan sanitasi, atau yang tercemar dengan asap dari bahan bakar tidak bersih, meningkatkan risiko anak-anak untuk terserang diare dan pneumonia. Namun sayangnya, akses air bersih masih menjadi masalah besar terutama di daerah-daerah terpencil.
Tahun 2018, kecamatan Silima Pungga-Pungga, kabupaten Dairi, Sumatera Utara menjadi salah satu lokasi kegiatan PISEW, dengan desa sasaran meliputi desa Lae Ambat, Lae Pangaroan, dan Lae Panginuman. Terletak di punggung Bukit Barisan di perbatasan provinsi Sumatera Utara dan Aceh, akses warga terhadap air bersih tergolong sulit. Kebutuhan air bersih umumnya dipenuhi dari air pegunungan dan bak tadah hujan yang dibangun dan dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Warga dusun II Lae Sulpi dan dusun I Lae Pangaroan, bahkan selama ini mengandalkan aliran air irigasi sawah dan selokan di pinggir jalan sebagai sumber air. Kondisi yang tentunya sangat tidak layak.
Mengawali kegiatan PISEW Tahun 2018, warga tiga desa di kecamatan Silima Pungga-Pungga mengadakan Pertemuan Kecamatan 1 dan menghasilkan kesepakatan membangun infrastruktur air bersih melayani masyarakat di desa Lae Ambat dan Lae Pangaroan, khususnya di dua dusun rawan air, dusun II Lae Sulpi dan dusun I Lae Pangaroan. Sumber air memanfaatkan aliran sungai Lae Sulpi dengan debit pengambilan sebesar 5,4 liter/detik. Perencanaan infrastruktur yang memang sangat dibutuhkan ini sangat disambut masyarakat dan bertekad untuk segera mewujudkan pembangunannya.
Dana bantuan melalui kegiatan PISEW digunakan oleh masyarakat untuk membangun bangunan intake, reservoir atas (bak pengumpul), reservoir bawah (bak pembagi), 2 unit Hidran Umum, 3 unit Kran Umum (pada prosesnya menjadi 5 unit berkat swadaya masyarakat membangun 2 unit tambahan), dan perpipaan sepanjang 4.038 meter (dari semula direncanakan sepanjang 3.900 meter). Saat ini tahap konstruksi telah selesai. Infrastruktur terbangun pun telah dimanfaatkan oleh 56 Kepala Keluarga memenuhi kebutuhan air bersihnya.
“Kebanyakan anak muda yang merantau enggan untuk pulang ke kampung karena susahnya mendapatkan air bersih. Sekarang, saya mau bilang, hei para perantau, pulanglah! Di kampung kita sekarang air bersih sudah mengalir lancar,” ujar Sindik Sitorus, kepala Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Silima Pungga-Pungga. Seruan Bapak Sindik Sitorus tampaknya telah sampai ke telinga para perantau. BKAD dengan dukungan pemerintah setempat telah merencanakan pengembangan cakupan layanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan terbangun. Biaya yang dibutuhkan akan dipenuhi melalui swadaya masyarakat, terutama kontribusi dari para perantau yang telah sukses di perantauannya.
Disamping pengembangan cakupan layanan, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh masyarakat adalah menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan di sekitar sumber air. Terpeliharanya kualitas lingkungan akan menjamin debit dan kualitas sumber air tetap terjaga, serta kesinambungan infrastruktur terbangun. Sebaliknya, memburuknya mutu air, akan memperbesar biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih layak. (Posma PHS)